- Cara yang sempurna, yaitu mengerjakan semua rukun, wajib dan sunnah dalam mandi junub. Ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Aisyah dan Maimunah di atas.
- Cara yang mujzi’ (yang mencukupi), yaitu hanya melakukan yang merupakan rukun dalam mandi junub. Seperti yang diisyaratkan dalam ayat di atas. Imam Ibnu Hazm berkata dalam Al-Muhalla (2/28) menjelaskan ayat di atas, “Bagaimanapun caranya dia bersuci (mandi) maka dia telah menunaikan kewajiban yang Allah wajibkan padanya.” Penjelasan lebih detail masalah ini silakan baca di http://al-atsariyyah.com/?p=649
- Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin menyatakan tidaknya wajib berwudhu setelah mandi junub berdasarkan ayat di atas. Karena Allah Ta’ala telah menyatakan mandi itu sebagai thaharah dan wudhu termasuk thaharah.
- Hukum gerakan wudhu yang ada di pertengahan mandi junub adalah sunnah, karena pada mandi junub yang cukup tidak disinggung masalah wudhu.
- Bolehnya ada jarak antara mencuci anggota wudhu yang satu dengan yang lainnya dalam wudhu, selama anggota wudhu sebelumnya belum kering. Pada hadits Maimunah beliau mengundurkan mencuci kaki dari semua gerakan wudhu sebelumnya.
- Sebaiknya tidak menggunakan handuk atau yang semacamnya untuk membasuh tubuh setelah mandi junub, akan tetapi hendaknya menggunakan tangan sebagaimana yang diterangkan dalam riwayat lain hadits Maimunah.
- Menggunakan tangan kiri ketika akan menyentuh sesuatu yang najis.
- Cara yang sempurna, yaitu mengerjakan semua rukun, wajib dan sunnah dalam mandi junub.
- Cara yang mujzi’ (yang mencukupi), yaitu hanya melakukan yang merupakan rukun dalam mandi junub. (Lihat Al-Mughni: 1/287, Al-Majmu’: 2/209 dan Al-Muhalla: 2/28)
- Niat.
- Mencuci dari kotoran yang menimpa atau najis –kalau ada.
- Menyiram kepala sampai ke dasar rambut dan seluruh anggota badan dengan air.
- Firman Allah Ta’ala, “Dan kalau kalian junub maka bersucilah.” (QS. Al-Maidah: 6) Imam Ibnu Hazm berkata dalam Al-Muhalla (2/28), “Bagaimanapun caranya dia bersuci (mandi) maka dia telah menunaikan kewajiban yang Allah wajibkan padanya.”
- Ummu Salamah pernah bertanya kepada Rasulullah -shalllallahu alaihi wasallam-, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah wanita yang mempunyai gulungan rambut yang tebal, apakah saya harus membukanya saat mandi junub?” beliau menjawab, “Tidak perlu, yang wajib atas kamu hanyalah menuangkan air di atas kepalamu sebanyak tiga kali tuangan kemudian kamu menuangkan air ke seluruh tubuhmu. Maka dengan itu kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 742 dan selainnya)
- Hadits Imran bin Hushain yang panjang dalam Ash-Shahihain, dia berkata, “Dan yang terakhir adalah diberikannya satu bejana air kepada yang orang yang terkena janabah lalu beliau (Nabi) bersabda: Pergilah dan tuangkan air itu ke seluruh tubuhmu.” (Lihat Asy-Syarh Al-Mumti’: 1/424).
- Mencuci kedua telapak tangan tanpa ada pembatasan jumlah.
- Berwudhu sempurna, dari mencuci telapak tangan sampai mencuci kaki. Jadi telapak tangannya kembali dicuci, berdasarkan lahiriah hadits.
- Setelah berwudhu sempurna, beliau mengambil air dengan kedua telapak tangan beliau lalu menyiramkannya ke kepala seraya memasukkan jari jemari beliau ke bagian dalam rambut agar seluruh bagian rambut dan kulit kepala terkena air.
- Setelah yakin seluruh bagian kulit kepala telah terkena air, beliau menuangkan air ke atas kepalanya sebanyak tiga kali tuangan.
- Kemudian yang terakhir beliau menyiram seluruh tubuhnya yang belum terkena air.
- Menuangkan air ke kedua telapak tangannya lalu mencuci keduanya sebanyak dua atau tiga kali.
- Mengambil air dengan tangan kanannya lalu menuangkannya ke tangan kirinya, lalu beliau mencuci kemaluannya dengan tangan kirinya dan juga mencuci bagian tubuh yang terkena kotoran (madzi atau mani).
- Menggosokkan tangan kirinya itu ke lantai atau dinding atau tanah untuk membersihkannya, sebanyak dua atau tiga kali.
- Berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya.
- Mencuci wajah lalu mencuci kedua tangan sampai ke siku.
- Lalu menyiram kepala sebanyak tiga kali siraman.
- Menyiram seluruh bagian tubuh yang belum terkena air.
- Bergeser dari tempatnya berdiri lalu mencuci kedua kaki.
- Wajibnya niat dan tempatnya didalam hati. Karena niat adalah syarat sahnya seluruh ibadah, sebagaimana dalam hadits Umar bin Al-Khaththab yang masyhur, “Sesungguhnya setiap amalan -syah atau tidaknya- tergantung dengan niatnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1 dan 54 dan Muslim no. 1907)
- Hukum membaca basmalah. "Tidak disebutkan dalam satu nash pun adanya bacaan basamalah dalam mandi junub, karenanya kami berpendapat tidak adanya bacaan basmalah di awal mandi junub. Kecuali kalau dia membaca bismillah untuk gerakan wudhu yang ada di tengah-tengah kaifiat mandi, maka itu kembalinya kepada hukum membaca basmalah di awal wudhu. Dan telah kami bahas pada beberapa edisi yang telah berlalu bahwa hukumnya adalah sunnah."
- Diharamkan seorang yang mandi junub untuk menceburkan dirinya ke dalam air yang diam seperti kolam dan sejenisnya. Berdasarkan hadits Abu Hurairah secara marfu, “Janganlah salah seorang di antara kalian mandi di dalam air yang diam sementara dia junub.” (HR. Muslim no. 283)
- Disunnahkan untuk memulai dengan anggota tubuh bagian kanan. Aisyah berkata, “Kami (istri-istri Nabi) jika salah seorang di antara kami junub, maka dia mengambil air dengan kedua tangannya lalu meletakkannya di atas kepalanya. Salah satu tangannya menuangkan air ke bagian kepalanya yang kanan dan tangannya yang lainnya di atas bagian kepalanya yang kiri. Dia melakukan itu sebanyak tiga kali.” (HR. Al-Bukhari no. 277)
- Bagi yang mengikat rambutnya, apakah dia wajib melepaskan ikatannya? Imam Al-Baghawi berkata -tentang hadits Ummu Salamah yang telah berlalu di awal pembahasan- dalam kitab Syarh Sunnah (2/18), “Hadits inilah yang diamalkan di kalangan semua ahli ilmi, bahwasanya membuka kepang rambut tidak wajib pada mandi junub selama air bisa masuk ke dasar rambutnya.” Kami katakan: Kalau tidak bisa masuk maka wajib membukan ikatan rambutnya.
- Bolehkah memakai handuk setelah mandi junub? Wallahu a’lam, lahiriah hadits Maimunah di atas dimana Nabi -shallallahu alaihi wasallam- menolak handuk yang diberikan oleh Maimunah, menunjukkan disunnahkannya untuk tidak membasuh badan dengan kain akan tetapi dengan tangan. Walaupun hukum asalnya adalah boleh membasuh tubuh dengan kain setelah mandi, hanya saja yang kita bicarakan adalah mana yang lebih utama.
- Setelah mandi junub, seseorang boleh langsung shalat tanpa berwudhu kembali karena mandi junub sudah mencukupi dari wudhu. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah, “Adalah Nabi -shallallahu alaihi wasallam- tidak berwudhu lagi setelah mandi.” (HR. Abu Daud no. 172) Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughny 1/289, “Mandi (junub) dijadikan sebagai akhir dari larangan untuk shalat, karenanya jika dia telah mandi, maka wajib untuk tidak terlarang dari sholat. Sesungguhnya keduanya yaitu mandi dan wudhu, dua ibadah yang sejenis, maka yang kecil di antara keduanya (wudhu) masuk (terwakili) ke dalam yang besar sebagaiamana halnya umrah di dalam haji.”
- Tidak boleh menggabungkan antara mandi junub dengan mandi haid, karena kedua jenis mandi ini telah tegak dalil yang menerangkan wajibnya untuk mengerjakan masing-masing darinya secara tersendiri, karenanya tidak boleh disatukan pada satu mandi. Lihat pembasan masalah ini dalam Tamamul Minnah hal. 126, Al-Muhalla (2/42-47). Adapun mandi junub dengan mandi jumat, maka boleh digabungkan. Berdasarkan hadits Aisyah secara marfu’, “Barangsiapa yang mandi pada hari jumat maka hendaknya dia mandi dengan cara mandi junub.” (HR. Ahmad). Para ulama menerangkan bahwa pengamalan hadits di atas bisa dengan dua cara: a. Apakah dia sengaja membuat dirinya junub yaitu dengan berhubungan dengan istrinya pada hari jumat, agar dia bisa mandi junub pada hari itu. b. Ataukah dia mandi jumat dengan kaifiat mandi junub, walaupun dia tidak dalam keadaan junub, wallahu a’lam.
- Dimakruhkan untuk berlebih-lebihan (boros) dalam menggunakan air, baik dalam wudhu maupun dalam mandi junub. Ini berdasarkan dalil umum yang melarang untuk tabdzir (boros) dan berlebih-lebihan dalam segala sesuatu.
- Cara mandi bersih dari haid/nifas sama dengan mandi junub kecuali dalam dua hal:
- Disunnahkan setelah mandi untuk menggosok kemaluan dan yang bagian terkena darah dengan kapas atau yang semacamnya yang telah diolesi dengan minyak wangi. Ini untuk membersihkan dan mensucikan dari bau yang kurang sedap. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah secara marfu’, “Salah seorang di antara kalian (wanita haid) mengambil air yang dicampur dengan daun bidara lalu dia bersuci dan memperbaiki bersucinya. Kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya seraya menggosoknya dengan gosokan yang kuat sampai air masuk ke akar-akar rambutnya, kemudian dia menyiram seluruh tubuhnya dengan air. Kemudian dia mengambil secarik kain yang telah dibaluri dengan minyak misk lalu dia berbersih darinya.” Aisyah berkata, “Dia mengoleskannya ke bekas-bekas darah.” (HR. Muslim no. 332 dari Aisyah)
- Disunnahkan mandi dengan air dan daun bidara sebagaimana dalam hadits di atas.
- Disyariatkan bagi yang telah melakukan jima’ lalu mau mengulangi jima’ untuk berwudhu di antara kedua jima’ tersebut, berdasarkan hadits Abu Said di atas. Walaupun ada perbedaan pendapat dalam hukumnya, apakah wajib atau sunnah.
- Maka ini juga menunjukkan bolehnya mengundurkan mandi junub selama kesucian itu belum dibutuhkan. Misalnya seseorang junub jam 10 pagi maka dia bisa mengundur mandinya sampai mendekati zuhur karena pada saat itu (jam 10) tidak ada perkara yang mengharuskan dia untuk mandi. Ini berdasarkan hadits Abu Hurairah riwayat Al-Bukhari dan Muslim dimana beliau berjalan-jalan di pasar dalam keadaan junub lalu berjumpa dengan Nabi -alaihishshalatu wassalam-. Setelah Nabi -alaihishshalatu wassalam- mengetahui hal tersebut maka beliau tidak menegur Abu Hurairah karena mengundurkan mandi junub.
- Karenanya orang yang junub boleh mengerjakan pekerjaan apa saja selama dia junub, kecuali pekerjaan yang dituntut padanya thaharah.
- Disyariatkan bagi orang yang junub untuk berwudhu terlebih dahulu sebelum tidur, berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas. Dan juga ada silang pendapat mengenai hukumnya, Azh-Zhahiriah berpendapat wajibnya sementara mayoritas ulama berpendapat sunnahnya, wallahu a’lam.
- Adapun hukum berzikir, membaca Al-Qur`an, menyentuh mushaf, dan masuk masjid bagi orang yang junub serta wanita yang haid dan nifas, maka kesimpulannya bisa anda baca di http://al-atsariyyah.com